Penulisan 1 dan 2 Aspek Hukum dalam Ekonomi
Tulisan I ( satu )
Analisis Ekonomi Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Hak Cipta Indonesia
Hukum
hendaknya tidak hanya dilihat sebagai suatu tekhnik untuk menyatakan pendapat,
tetapi hukum adalah bagian untuk mendorong tujuan kepentingan sosial. Dalam kelangkaan
ekonomi mengasumsikan bahwa individu atau masyarakat akan berusaha untuk
memaksimalkan segala sesuatu yang ingin mereka capai dengan melakukan sesuatu
sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber. Hukum hak cipta merupakan salah satu
bagian dari hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Hukum
hak cipta adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur dan melindungi
kreasi manusia dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Ide dasar
sistem hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir
karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada
ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat didengar, dilihat atau
dibaca.
Di
Indonesia, pengaturan hukum sejumlah hak cipta diatur dan didasarkan pada
ketentuan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di dalam UU Hak Cipta
permasalahan hukum berhubungan dengan masalah karya cipta. Dari mulai ruang
lingkup hak cipta, subjek hak cipta hingga pada sanksi hukum bagi para
pelanggar hak cipta. Berkembangnya pemikiran atas analisis ekonomi terhadap
hukum pada prinsipnya telah memberikan wacana baru dalam bidang hukum, terutama
hukum ekonomi.
Selanjutnya
berhubungan dengan analisis ekonomi terhadap penyelesaian pelanggaran hak
cipta, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam hal penyelesaian
pelanggaran hak cipta apabila ditinjau dari pendekatan analisis ekonomi, Nampak
adanya aturan yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Di lain pihak, dengan
adanya aturan UU No. 19 Tahun 2002 yang relatif baru ini ternyata mampu
menghadirkan aturan-aturan yang mampu memberikan kompensasi kepada pihak yang
dirugikan, baik si pencipta, pemegang hak cipta, dan pemerintah.
Tulisan II ( Dua )
‘Aspek Hukum Dalam Ekonomi’
( Badan Penyelesaian Sengketa Ekonomi )
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disingkat sebagai BPSK adalah salah satu lembaga peradilan
konsumen
berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh
Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di
luar lembaga pengadilan umum, BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur
pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau
diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen.
BPSK memiliki kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak
yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi,
hasil test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak.
Tugas
dan Wewenang
Tugas
BPSK melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
1.
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; memberikan konsultasi perlindungan
konsumen
2.
melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; melaporkan kepada
penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.
menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
4.
melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen
5.
memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen
6.
memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
7.
meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan
penyelesaian sengketa konsumen
8.
mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan
9.
memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen
10.
memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen
11.
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
Kewenangan untuk menangani dan
menyelesaikan sengketa konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
membentuk majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya berjumlah anggota majelis
tiga orang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, dan seorang anggota, majelis ini terdiri mewakili semua
unsur yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha serta
dibantu oleh seorang panitera dan putusan majelis bersifat final dan mengikat.
Jangka waktu
BPSK wajib mengeluarkan putusan
paling lambat dalam waktu duapuluh satu hari kerja setelah gugatan diterima;
serta dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan, para
pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat
empatbelas hari kerja sejak menerima pemberitahuan putusan kepada pelaku usaha
yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lambat empatbelas
hari kerja sejak menerima pemberitahuan putusan dianggap menerima putusan BPSK
dan apabila setelah batas waktu ternyata putusan BPSK tidak dijalankan oleh pelaku
usaha, BPSK dapat menyerahkan putusan tersebut kepada pihak penyidik dengan
penggunaan Putusan Majelis BPSK sebagai bukti permulaan yang cukup bagi
penyidik untuk melakukan penyidikan dengan penggunaan Putusan majelis BPSK
dapat dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat
konsumen yang dirugikan.
Bantahan atas putusan Pengadilan
Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan pelaku usaha dalam waktu
paling lambat duapuluh satu hari sejak diterimanya keberatan dari pelaku usaha;
dan terhadap putusan Pengadilan Negeri, para pihak dalam waktu paling lambat
empatbelas hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia;
kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam
waktu paling lambat tigapuluh hari sejak menerima permohonan kasasi.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar